Gelas Reformasi di Jantung Birokrasi

Sungguh menggelitik tulisan Fatih Syuhud disini. Dari posting ini, kita dapat membagi pandangan masyarakat atas reformasi birokrasi di Ditjen Pajak sebagai berikut :

  1. Optimistis. Mereka merasa perbaikan ini sudah on the right track. Bahkan mereka mengalami sendiri perubahan yang tengah berlangsung. Pelayanan yang cepat dan ramah. Audit yang akuntabel dan transparan. Implementasi kode etik yang bukan basa-basi. Umumnya mereka pernah berhubungan dengan KPP yang modern.
  2. Pesimistis. Mereka paham reformasi birokrasi tengah berjalan di Ditjen Pajak. Namun, mereka merasa proses ini tidak akan berhasil dan berlangsung mulus. Perlu pembenahan yang lebih radikal dari sekedar yang dilakukan sekarang
  3. Nihilistis. Mereka tidak mau tahu dengan apa yang tengah terjadi di Ditjen Pajak. Pokoknya jelek. Pokoknya brengsek. Mungkin karena mereka pernah mendapatkan pengalaman traumatis yang buruk saat berhubungan dengan Ditjen Pajak. Atau bisa juga karena kurangnya informasi yang benar.


Pandangan optimistis melihat gelas yang isinya tidak penuh, sebagai setengah terisi. Suatu saat gelas itu akan terisi penuh. Sebaliknya, pandangan pesimistis melihatnya seperti separuh kosong. Sedangkan, pandangan nihilistis menganggapnya bagai gelas retak. Tidak terlihat air sama sekali di dalam gelas. Berapapun banyak air yang dituang ke dalamnya, pasti habis, tandas dan tak tersisa.

Gelas Reformasi di Jantung Birokrasi Gelas Reformasi di Jantung Birokrasi Reviewed by ahmad muzaini on Wednesday, November 28, 2007 Rating: 5

3 comments:

Anonymous said...

Reformasi DJP

Saya pikir semua pendapat harus diterima dengan lapang dada oleh Direktorat Jenderal Pajak beserta seluruh jajarannya.

Harus diingat di negara demokrasi tidak ada yang 100% puas atas segala upaya yang telah dilakukan oleh suatu institusi pemerintah, pasti ada pihak-pihak yang masih merasa tidak puas.

Yang terpenting adalah reformasi harus jalan terus, karena apa ? Karena sumber daya alam kita akan habis dalam waktu kurang dari 100 tahun kedepan, darimana lagi negara kita akan memperoleh pemasukan kalau bukan dari hasil kreatifitas anak2 bangsa (baik orang pribadi maupun badan usaha ) yang sebagian keuntungannya dipungut negara melalui pajak yang diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak ?

Paling tidak reformasi di Direktorat Jenderal Pajak harus menyentuh hal-hal yang mendasar seperti :
1. Peraturan Yang Jelas dan Transparan
2. Administrasi Perpajakan yang sederhana tapi efektif (pembayaran dan pelaporan pajak )sehingga bisa dimengerti oleh seluruh lapisan Wajib Pajak.
3. Sosialisasi Perpajakan yang sangat gencar sehingga bisa menyaingi popularitas sinetron.
4. Manfaatkan Teknologi Informasi super canggih untuk pembentukan basis data, merekam secara otomatis setiap potensi perpajakan dari berbagai media dan sumber informasi (kalau bisa sih)
5. Pemeriksaan Pajak yang lebih mementingkan aspek kelangsungan usaha dan progesifitas besaran pajak yang dibayar khusus bagi pengusaha menengah dan kecil.
6. Buatlah pusat informasi keluhan (complain center) di mall, pasar, bursa efek, bank, dan tempat2 umum lainnya; langsung online dengan Direktorat Jenderal Pajak.
7. Sebagai hadiahnya, Direktorat Jenderal Pajak berhak menayangkan, mempublikasikan setiap penunggak pajak besar yang belum melunasi pajaknya di media baik lokal maupun nasional.

ahmad muzaini said...

Saya amat sangat setuju dengan komentar Tanguy. Ada beragam pendapat masyarakat atas topik ini. Sebab itu, dalam tulisan ini, saya memotret pendapat yang ada. Sepertinya kita sepakat, isu reformasi ini harus terus diangkat dan dijaga ketat. Hal ini karena Depkeu adalah bagian penting birokrasi, sedang DJP adalah jantungnya.

ahmad muzaini said...

Saya amat sangat setuju dengan komentar Tanguy. Ada beragam pendapat masyarakat atas topik ini. Sebab itu, dalam tulisan ini, saya memotret pendapat yang ada. Sepertinya kita sepakat, isu reformasi ini harus terus diangkat dan dijaga ketat. Hal ini karena Depkeu adalah bagian penting birokrasi, sedang DJP adalah jantungnya.

Pinterest Gallery

Powered by Blogger.