Hindari Keruwetan Dengan Mencatat
Tak pelak lagi, bekerja di KPP di lingkungan Kanwil Khusus memang perlu kerja khusus. Di sini, jumlah penugasan audit (disebut juga SP3) sangat berlimpah. Bila kurang jeli, hal ini bisa jadi akan menyulitkan auditor memanage waktu dalam menyelesaikan tugas.
Beberapa rekan mengalami kesulitan mengingat kembali apa yang sudah dilakukan saat mengaudit. Hal ini karena auditor sering harus bolak balik lagi dari awal, saat membuat kertas kerja pemeriksaan (KKP). Saking banyaknya KKP yang dibuat, auditor jadi lupa, apa yang sudah dilakukan sebelumnya.
Untuk menghindari keruwetan, saya berusaha merekam jejak kerja saya di selembar kertas yang saya masukkan di map / ordner tempat KKP. Pada waktu membuat KKP Wajib Pajak A, misalnya, saya mencatat apa-apa yang terlintas di benak saya. Saya mencatat hal-hal yang ingin saya tanyakan lebih lanjut pada Wajib Pajak. Saya menulis data-data yang perlu perhatian ekstra. Bahkan saya merekam intuisi saya yang terbersit saat membuat KKP. Pokoknya bebas saja, apa yang ingin saya ingat, saya catat. Demikian pula, saya lakukan hal serupa di KKP Wajib Pajak B, C dan seterusnya. Sehingga ketika harus berpindah dari KKP A ke KKP B, C atau sebaliknya, saya tetap tidak kehilangan orientasi.
Dengan cara ini, paling tidak, saya terbantu dalam 4 hal :
1. Saya ingat apa yang sudah saya rampungkan.
2. Saya tahu apa yang ingin saya lakukan.
3. Saya tidak mengulangi apa yang sudah saya selesaikan.
4. Bila dimintai laporan, saya dapat menggambarkan apa yang tengah saya kerjakan.
Catatan-catatan itu mungkin agak sukar dipahami oleh orang lain, karena berisi tulisan-tulisan bebas yang hanya saya yang dapat mengerti. Ini berbeda dengan KKP yang akan dibaca pihak lain. KKP harus dapat dipahami oleh pihak yang membacanya.
Dalam KKP saya hari ini, ada catatan seperti ini :
“Self correction belum nyambung dg lap audit; cek lagi ke daftar WP fiktif; tiap beli scrap gak pernah dirinci; minta audit adjustment”
Beberapa rekan mengalami kesulitan mengingat kembali apa yang sudah dilakukan saat mengaudit. Hal ini karena auditor sering harus bolak balik lagi dari awal, saat membuat kertas kerja pemeriksaan (KKP). Saking banyaknya KKP yang dibuat, auditor jadi lupa, apa yang sudah dilakukan sebelumnya.
Untuk menghindari keruwetan, saya berusaha merekam jejak kerja saya di selembar kertas yang saya masukkan di map / ordner tempat KKP. Pada waktu membuat KKP Wajib Pajak A, misalnya, saya mencatat apa-apa yang terlintas di benak saya. Saya mencatat hal-hal yang ingin saya tanyakan lebih lanjut pada Wajib Pajak. Saya menulis data-data yang perlu perhatian ekstra. Bahkan saya merekam intuisi saya yang terbersit saat membuat KKP. Pokoknya bebas saja, apa yang ingin saya ingat, saya catat. Demikian pula, saya lakukan hal serupa di KKP Wajib Pajak B, C dan seterusnya. Sehingga ketika harus berpindah dari KKP A ke KKP B, C atau sebaliknya, saya tetap tidak kehilangan orientasi.
Dengan cara ini, paling tidak, saya terbantu dalam 4 hal :
1. Saya ingat apa yang sudah saya rampungkan.
2. Saya tahu apa yang ingin saya lakukan.
3. Saya tidak mengulangi apa yang sudah saya selesaikan.
4. Bila dimintai laporan, saya dapat menggambarkan apa yang tengah saya kerjakan.
Catatan-catatan itu mungkin agak sukar dipahami oleh orang lain, karena berisi tulisan-tulisan bebas yang hanya saya yang dapat mengerti. Ini berbeda dengan KKP yang akan dibaca pihak lain. KKP harus dapat dipahami oleh pihak yang membacanya.
Dalam KKP saya hari ini, ada catatan seperti ini :
“Self correction belum nyambung dg lap audit; cek lagi ke daftar WP fiktif; tiap beli scrap gak pernah dirinci; minta audit adjustment”
Hindari Keruwetan Dengan Mencatat
Reviewed by ahmad muzaini
on
Friday, September 07, 2007
Rating:
No comments:
Post a Comment