tag:blogger.com,1999:blog-67914583479168059092024-03-06T06:07:51.317+07:00TAX AUDITORahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.comBlogger22125tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-41798644231728556992014-07-25T10:54:00.001+07:002014-07-25T10:57:29.388+07:007 Pelajaran dari Puasa Ramadhan Untuk Tax Auditor <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfPwQCQ9sLPaBe54TJnpiRYNmNkxtAKOJVdOcEisVfOKqn2NUuHOFFrIv-Ilm8or0FSgOYmPHDkbhsTiy283IJopdw6kErvJnj42Zbx4Bx7K7dDI9N2sfmRb5UONhV2AH8SDbGspLrBIPH/s1600/istanbul_sultan_ahmet_mosque_mosque_237481.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfPwQCQ9sLPaBe54TJnpiRYNmNkxtAKOJVdOcEisVfOKqn2NUuHOFFrIv-Ilm8or0FSgOYmPHDkbhsTiy283IJopdw6kErvJnj42Zbx4Bx7K7dDI9N2sfmRb5UONhV2AH8SDbGspLrBIPH/s1600/istanbul_sultan_ahmet_mosque_mosque_237481.jpg" height="182" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-align: justify;">Bulan puasa sebentar lagi usai. Waktu sebulan ternyata tidak lama. Meskipun puasa di bulan Ramadhan pada dasarnya adalah ibadah bagi muslim,
tetapi banyak pelajaran yang dapat diambil oleh Tax Auditor darinya untuk diaplikasikan dalam pekerjaannya sehari-hari, seperti berikut ini : </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<ol>
<li style="text-align: justify;"><b style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -0.25in;">Kejujuran</b><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -0.25in;">. Tidak ada
keraguan, puasa melatih kita jujur. Kita benar-benar menyelesaikan puasa walaupun
bisa saja kita berpura-pura sedang berpuasa, padahal nyatanya tidak. Tax Auditor dapat mengambil
pelajaran dari puasa untuk selalu bersikap jujur dan adil saat bertugas. Tidak
sampai merugikan atau menguntungkan satu pihak hanya karena kepentingan sendiri.</span></li>
<li style="text-align: justify;"><b style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -0.25in;">Tepat Waktu</b><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -0.25in;">. Saat
puasa, kita diharuskan sahur dan berbuka dalam rentang waktu yang pasti. Tax
Auditor juga memiliki rentang waktu yang sudah ditentukan untuk menyelesaikan
tugasnya. Setelah terbiasa berpuasa, Tax Auditor dapat mengambil pelajaran untuk
mengelola waktunya dengan lebih efektif.</span></li>
<li style="text-align: justify;"><b style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -0.25in;">Peka</b><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -0.25in;">. Saat berpuasa
kita merasakan sulitnya orang yang kekurangan. Puasa melatih kita untuk peka
terhadap orang lain. Dalam bekerja, Tax Auditor tidak bisa dipisahkan dari kerja
tim. Kepekaan atas lingkungan tim adalah esensial untuk efektivitas pekerjaan. Deteksi
masalah sejak dini dapat mencegah kerugian di masa depan. Itu tidak dapat
dicapai kecuali dengan kepekaan yang terlatih, untuk merasai lingkungan
sekitar, terutama tim kita.</span></li>
<li style="text-align: justify;"><b style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -0.25in;">Siap Membantu</b><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -0.25in;">. Di
bulan Ramadhan, amat dianjurkan membantu sesama. Kita diajarkan untuk saling membantu
dengan lingkungan di sekitar kita. Saling membantu adalah kualitas yang sangat
diperlukan dalam kerja tim. Efektivitas kerja tim Tax Auditor akan tercapai
bila masing-masing unsur dalam tim itu siap saling membantu untuk menuntaskan
pekerjaan.</span></li>
<li style="text-align: justify;"><b style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -0.25in;">Bersemangat</b><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -0.25in;">. Puasa Ramadhan
menjanjikan pahala yang besar bila kita mau banyak beribadah. Hal ini
menyebabkan kita tetap semangat untuk beribadah, meskipun lapar dan lelah. Saat
menjalankan tugas, Tax Auditor mungkin saja berhadapan dengan kondisi yang
tidak nyaman. Pekerjaan bertumpuk, sementara waktunya mepet. Tax Auditor dapat
mengambil pelajaran dari semangat orang berpuasa untuk menyelesaikan pekerjaan
di tengah kesulitan.</span></li>
<li style="text-align: justify;"><b style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -0.25in;">Menahan nafsu</b><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -0.25in;">.
Sejatinya, puasa adalah menahan hawa nafsu. Hal-hal yang halal seperti makan
dan minum menjadi terlarang ketika berpuasa. Apalagi hal-hal yang haram. Puasa
Ramadhan mengajarkan Tax Auditor untuk dapat menahan hawa nafsunya yang merugikan
saat menjalankan tugas.</span></li>
<li style="text-align: justify;"><b style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -0.25in;">Mengendalikan perasaan</b><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -0.25in;">.
Selama puasa kita diminta dapat mengendalikan emosi, termasuk tidak mudah mengumbar
kemarahan. Tekanan pekerjaan yang berat dapat menyebabkan Tax Auditor
kehilangan kendali. Dengan berpuasa, Tax Auditor dapat berlatih untuk
mengendalikan perasaannya, sehingga tidak sampai menghambat kelancaran
pekerjaan.</span></li>
</ol>
<!--[if !supportLists]--><br />
ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-12858285597082837642014-06-25T08:24:00.000+07:002014-06-25T08:36:33.068+07:008 Peraturan Terkait Pemeriksaan Pajak<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">Peraturan-peraturan
di bidang pemeriksaan pajak bergerak cukup dinamis. Tidak jarang berubah dalam
kurun waktu yang dekat. Perubahan terjadi seiring dengan perkembangan kebutuhan
yang ada dalam praktik pemeriksaan di lapangan. Terkadang perubahan tersebut juga
untuk mengantisipasi hal-hal yang sudah dapat diprediksikan.</span></div>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt;">
<br /></div>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">Tax
Auditor sebaiknya memahami 10 peraturan terkait pemeriksaan pajak berikut ini
agar dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik :<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt;">
<br /></div>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt 13.5pt; text-indent: -13.5pt;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">1.
<b>PMK-17/PMK.03/2013</b>, tentang Tata Cara Pemeriksaan.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt 13.5pt; text-indent: -13.5pt;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">2.
<b>SE-85/PJ/2013</b>, tentang Kebijakan Pemeriksaan.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt 13.5pt; text-indent: -13.5pt;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">3. <b>PER-23/PJ/2013</b>,
tentang Standar Pemeriksaan.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt 13.5pt; text-indent: -13.5pt;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">4.
<b>SE-65/PJ/2012</b>, tentang Pedoman Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt 13.5pt; text-indent: -13.5pt;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">5.
<b>SE-126/PJ/2010</b>, tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pemeriksaan (Audit Plan)
Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 13.5pt; margin-right: 0in; margin-top: 0in; tab-stops: 13.5pt; text-indent: -13.5pt;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">6.
<b>SE-04/PJ/2012</b>, tentang Pedoman Penyusunan Program Pemeriksaan Untuk Menguji
Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 13.5pt; margin-right: 0in; margin-top: 0in; tab-stops: 13.5pt; text-indent: -13.5pt;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">7.
<b>SE-08/PJ/2012</b>, tentang Pedoman Penyusunan Kertas Kerja Pemeriksaan Untuk
Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt;">
</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 13.5pt; margin-right: 0in; margin-top: 0in; tab-stops: 13.5pt; text-indent: -13.5pt;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">8.
<b>SE-09/PJ/2012</b>, tentang Pedoman Penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan Untuk
Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.<o:p></o:p></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 13.5pt; margin-right: 0in; margin-top: 0in; tab-stops: 13.5pt; text-indent: -13.5pt;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif; font-size: 13.5pt;"><br /></span></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 13.5pt; margin-right: 0in; margin-top: 0in; tab-stops: 13.5pt; text-indent: -13.5pt;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif; font-size: 13.5pt;"><br /></span></div>
<iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="356" marginheight="0" marginwidth="0" scrolling="no" src="//www.slideshare.net/slideshow/embed_code/36266699" style="border-width: 1px 1px 0; border: 1px solid #CCC; margin-bottom: 5px; max-width: 100%;" width="427"> </iframe> <br />
<div style="margin-bottom: 5px;">
<strong> <a href="https://www.slideshare.net/kaferiset/peraturan-terkait-pemeriksaan-pajak" target="_blank" title="Peraturan Terkait Pemeriksaan Pajak">Peraturan Terkait Pemeriksaan Pajak</a> </strong> from <strong><a href="http://www.slideshare.net/kaferiset" target="_blank">kaferiset</a></strong> </div>
ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-38350987281213609362011-10-31T21:46:00.003+07:002011-10-31T21:58:43.231+07:007 Blog Pajak Terbaik Untuk Belajar Pajak<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pemahaman tentang pajak saat ini seharusnya semakin mudah karena banyak konten perpajakan yang bisa dinikmati. Salah satunya melalui media blog. Banyak diantara pengelola blog pajak adalah para praktisi yang bergelut langsung dengan dunia perpajakan, sehingga tulisannya lebih mudah dipahami karena menyentuh persoalan nyata yang dihadapi sehari-hari. </span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tax auditor perlu membaca blog-blog pajak tersebut karena beberapa alasan. </span><i style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pertama</i><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;">, tentu untuk menambah wawasan. </span><i style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kedua</i><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;">, untuk mengikuti perkembangan peraturan perpajakan yang sangat dinamis. </span><i style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ketiga</i><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;">, untuk mengetahui opini yang berkembang ditengah para pihak yang berhubungan dengan pajak. </span><i style="font-family: Verdana, sans-serif;">Keempat</i><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;">, blog-blog tersebut bisa menjadi referensi online saat diperlukan. Dan yang <i>terakhir</i>, dapat bertanya atau berkonsultasi langsung dengan penulisnya.</span><br />
<div>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;">Berikut ini 7 blog pajak yang sangat bermanfaat untuk diikuti :</span></div>
<div>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>1. Blog Pajak Indonesia</b></span></div>
<div>
<a href="http://dudiwahyudi.com/"><img border="0" height="196" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeotElbjvj8I-R8H4XSGh1cyi5IZR9WyWxkZPAEfFDIgtHMsSadwVbFyc0BMZzG4oi5gBmRW4Ng_k8o09Fyq-8mFFG3vqqNUgrVEbtOHiMSXhWa73Y7y9bQRqYZR5RVvGxM1sXV1_5WFqX/s320/Blog+Pajak+Indonesia.png" width="320" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>2. Pajakita</b></span><br />
<a href="http://pajakita.blogspot.com/" style="clear: left; display: inline !important; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="165" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjpZWf63kV3YCgdZsMCIfW574dHtNX5J8sxx8KQ9fAaTbDtyvFi3jo4dvemOykcPomOo7DwygTBbdh5NkLQ-O-8isDhm7hb4QMA-lZlBBjXDycl-HCtQHhBVJ81ourhax0g_3ElKdr822j-/s320/PAJAKITA.png" width="320" /></a></div>
<div>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>3. Catatan Praktek Perpajakan</b></span></div>
<div>
<a href="http://pajaktaxes.blogspot.com/" style="clear: left; display: inline !important; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="165" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVfnut2tCI2OI4kGG8-wZoG8RvaEHgSfH1aSFcmilcNRD5DSjxjAvsJ6ok9JuxofXQb0R3dU5iojGi9aLyDO9aK6OL5MWRydsUw7MORT98Na_u-Qde0lfCWdkiUEwGRwqNPIDQ7GMRvcOX/s320/catatan+praktek+perpajakan.png" width="320" /></a><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>4. Maskokilima</b></span><br />
<a href="http://maskokilima.wordpress.com/" style="clear: left; display: inline !important; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="165" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGf-7UfO9raRs2ZeBYi-t9JZ1PLsZ-iuz8xvhM4InrLSGWmNpQGFurBLtpGR03W-jo6RgoWmr6Q4KWIPcmbr1r4YM7PySHANfsThWLw4KN7MNTktZjug_Q-ih2K5f49dtonELTfw63EINW/s320/Tourist+Refund+Scheme+%25C2%25AB+maskokilima.png" width="320" /></a><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>5. Triyani's Weblog</b></span><br />
<a href="http://triyani.wordpress.com/" style="clear: left; display: inline !important; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="165" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsP_5I7O6OkTMRZ4-sQewFeArWoKi9trmHqD_iyZye7Y2UI9FTI5zOIhWi0IQFG7O35YA-ZjdmkmMz7e12gD1qQ8vKy2X0dAtclGkNXNDRqdidkHR9TZsEetZxz59Ze05nzVec5AKO_D1H/s320/Triyani%25E2%2580%2599s+Weblog.png" width="320" /></a><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>6. In My Eyes</b></span><br />
<a href="http://rusdiyanis.wordpress.com/" style="clear: left; display: inline !important; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="165" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDWd2XK0noawv4h2TSvHMpU2gA0raM5MAb7lLAamxiIXXMfgEhDgmyxKtftXpTaW8ImBwQ5ZUCRlEEhs95zV97_l6wumqtRy3Q6mOoYqbcHHtMVOGrMhknQtqH9_WCiKV9HK6kVhS88NYj/s320/Tax+holiday+dan+tax+allowance+%25C2%25AB+In+my+eyes+%25E2%2580%25A6.png" width="320" /></a><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>7. Afdal Zikri</b></span><br />
<a href="http://afdalzikri.wordpress.com/" style="clear: left; display: inline !important; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="165" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHOPMDrwbvwHt-4c6pTMCp4XtoRp34tm_ByrkJny3yMTHgcQF6lj7EcmfCr8jINjpGJKEJJavUdrr8lsdW3hc4iigV5fYTIEQ63WO5aGyHHAsx__1SDVFkTy9iFNaid6svshrVyrmhwWh2/s320/Afdalzikri+s+Weblog.png" width="320" /></a></div>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com19tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-11464378538660834022011-09-10T22:36:00.000+07:002011-09-11T05:13:31.919+07:00Welcome To The Club<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;">Suara ceriwis kawanan burung langsung menyelinap ke dalam kamar begitu saya membuka jendela. Tiap pagi, ada puluhan atau mungkin ratusan burung kecil yang melayang di atas langit kos saya. Tidak ada pemandangan seperti ini di Jakarta. Tentu saja, saya terpesona.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;">Di Denpasar, tingkat kesibukan belum seperti di Jakarta. Disini, tidak saya lihat kesemrawutan lalu lintas seperti crowded lalu lintas di Jakarta. Tidak heran, saya hanya perlu 10 menit dari kos ke kantor. Di Jakarta, saya butuh waktu 5 sampai 6 kali lipatnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;">Di Bali yang indah, saya tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menikmati kemolekan alamnya. Meski terhitung pendatang baru, saya sudah menjelajahi keelokan Bedugul yang sejuk, kecantikan Tanah Lot, keunikan Ubud dan tentu saja pesona menjelang senja di pantai Kuta dan Legian.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggWV-E0VZ1IF-kygoRffKkikVZSK_lfQ0wU2AOuA7Fk4lxijYGqf3FXhgt6OAd4WssJlG6pQsiEdf14PH5pIFMhaQH108UqUnS5aP-cVi5tE9dOJ1ZCq50ZiLh3aT0WCAjrkiU7E3Z2aKv/s1600/IMG02702-20110730-0849.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="192" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggWV-E0VZ1IF-kygoRffKkikVZSK_lfQ0wU2AOuA7Fk4lxijYGqf3FXhgt6OAd4WssJlG6pQsiEdf14PH5pIFMhaQH108UqUnS5aP-cVi5tE9dOJ1ZCq50ZiLh3aT0WCAjrkiU7E3Z2aKv/s320/IMG02702-20110730-0849.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;">Saya senang ada di sini. Saya bersyukur untuk kota yang tenang, beban pekerjaan yang tidak melimpah, udara yang bersih, air yang jernih, penduduk yang ramah dan alam yang mengagumkan. Saya bersyukur untuk itu semua.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman';"></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tidak terasa sudah lebih dua bulan saya ditugaskan di Denpasar. Setelah lama bertugas di Jakarta, inilah kali pertama saya meninggalkan Pulau Jawa. Ini juga pertama kalinya saya hidup terpisah dari keluarga. Orang bilang saya bujang lokal. Dan</span> <span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;">inilah nasib si bujang lokal. Semua serba sendiri. Mulai dari makan, minum, nonton tivi, menyapu, sampai tidur, semua dilakukan sendiri, karena tidak ada keluarga yang ikut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;">Walaupun ditemani dengan banyak kesyukuran tinggal di sini, terkadang saya masih terusik dengan ketiadaan keluarga. Sesekali menyusup ke dalam pikiran, sedang apa si bungsu? Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia sakit? Apakah dia terlambat sampai di sekolah? Apakah dia sudah mengerjakan PR? Di dalam hati, saya bertanya bagaimana para bujang lokal mengatasi hal-hal seperti ini.</span><br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, sans-serif;">Diam diam saya mengagumi seorang teman yang sudah 4 tahun lebih menjadi bujang lokal. Tampaknya dia menjalani takdirnya dengan ringan. Selain bekerja dengan semangat, dia mengisi waktu senggangnya dengan memuaskan hobinya : memotret, main bulutangkis dan travelling. Saat saya ceritakan kegundahan saya, dia tersenyum. Meski tidak bicara, dari caranya tersenyum, saya tahu dia mau bilang : sobat, <i>welcome to the club</i>.</span></div>
</div>
ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-16584575560391766492008-09-04T07:28:00.004+07:002009-01-27T11:14:51.480+07:00Faktur Pajak Sederhana Yang Tidak Sederhana<p><span style="font-family:verdana;">Satu kesalahan yang saya lihat kerap dilakukan Wajib Pajak penerbit faktur pajak sederhana : saat pembuatannya. Mungkin luput dari perhatian, karena terbiasa membuat faktur pajak standar. </span></p><p><span style="font-family:verdana;">Faktur pajak standar dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah penyerahan. Atau pada saat pembayaran, bila terjadi lebih dulu. Berbeda dengan faktur pajak standar, faktur pajak sederhana harus dibuat pada saat penyerahan (PER-97/PJ./2005).</span></p><p><span style="font-family:verdana;">Wajib Pajak pembuat faktur pajak sederhana yang pembelinya ada di luar kota, biasanya mengonfirmasikan dulu barangnya sudah diterima, baru membuat faktur pajak sederhana. Akibatnya terjadi perbedaan tanggal pembuatan dan saat penyerahan.</span></p><p></p>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-55355341224625612802008-01-12T07:50:00.001+07:002009-01-27T11:09:10.166+07:004 Predator Waktu Tax Auditor<div align="justify"><span style="font-family:verdana;">Jika Anda Tax Auditor, waspadailah para pemakan waktu Anda. Layaknya predator, hal-hal berikut ini dapat memangsa waktu Anda :<br /><br /><strong>1. Internet.</strong><br />Sebenarnya, internet sangat membantu pekerjaan Anda. Kirim atau terima data, misalnya, dengan email jadi lebih cepat. Cari alamat atau profil Wajib Pajak, contohnya, dengan internet jadi lebih mudah. Namun, saat menyusuri halaman demi halaman di dunia maya, Anda bisa lupa tujuan semula. Hanyut dalam informasi-informasi yang tidak relevan. Habislah waktu untuk hal-hal yang tidak perlu. Sebab itu, ingatkan diri Anda untuk mematikan koneksi ke internet begitu keperluan sudah selesai.<br /><br /><strong>2. Wajib Pajak yang Lelet.</strong><br />Beberapa Wajib Pajak sering lamban bergerak. Data berlarut-larut baru diberi. Janji ketemu, tapi tidak ditepati. Pertanyaan tidak direspon sama sekali. Sudah diingatkan berkali-kali tapi tidak diikuti. Wajib Pajak seperti ini hanya akan membuang waktu Anda. Jadi, bersikaplah tegas dalam menerapkan prosedur pemeriksaan yang sudah ada.<br /><br /><strong>3. Kebiasaan Jam Karet.</strong><br />Bila Anda senang menunda pekerjaan, Anda pasti akan kewalahan. Tugas-tugas yang ditunda itu akan menumpuk tinggi. Perlu energi besar untuk menyelesaikannya . Menjelang jatuh tempo, bulan Maret misalnya, Anda akan menyesal. Waktu Anda akan dimangsa tanpa ampun. Anda perlu lembur untuk mengerjakannya. Bukan hanya di kantor, tapi juga di rumah. Bukan hanya hari kerja, namun juga hari libur. Untuk menghindari ini, kuncinya hanya satu : disiplin menuntaskan pekerjaan.<br /><br /><strong>4. Berulang-ulang Meriset.</strong><br />Saat mendapatkan kasus yang tidak bisa langsung Anda pecahkan, Anda perlu melakukan riset. Terutama riset atas peraturan pajak. Di kemudian hari, ketika mendapatkan kasus yang sama, Anda lupa bagaimana perlakuan pajaknya. Akhirnya Anda melakukan riset lagi. Hal ini bisa menghabiskan waktu. Karena itu, simpanlah hasil riset Anda. Buatlah semacam daftar FAQ, agar Anda segera mendapatkan jawaban begitu muncul kasus yang berulang. </span><br /></div>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-9127099485427613392008-01-12T07:46:00.001+07:002008-04-02T08:55:10.670+07:00Sebelum Sumringah Menerima Hadiah<div align="justify"><span>Bila dapat hadiah, Anda jangan keburu senang dulu. Ada kewajiban fiskal yang harus Anda penuhi. Untuk mudahnya, kita bagi hadiah menurut sumbernya sebagai berikut :<br /><span><strong><br />Dari hasil perlombaan. </strong>Misalnya : menang dalam turnamen sepakbola. Pemenangnya akan dipotong PPh Pasal 21, bila dia orang pribadi. Bila berbentuk badan hukum, akan dipotong PPh Pasal 23 dengan tarif 15%. Jika pemenangnya orang atau badan hukum dari luar negeri, dipotong PPh Pasal 26 dengan tarif 20% atau sesuai dengan Tax Treaty.<br /><span><strong><br />Dari hasil pencapaian tertentu.</strong> Misalnya : hadiah karena berhasil mencapai target penjualan. Perlakuan fiskalnya sama persis dengan hadiah menang dalam perlombaan.<br /><br /></span></span></span><span><span><strong>Dari hasil undian.</strong> Misalnya : hadiah undian tabungan. Bila dapat hadiah seperti ini, Anda akan dipotong PPh Final sebesar 25%.</span></span><span><br /></span><span>Hadiah yang tidak dikenakan pajak cuma satu : hadiah langsung tanpa diundi. Misalnya, selama masa promosi, setiap membeli 1 bungkus sabun deterjen, dapat 1 sepeda motor :). Hadiah jenis ini bebas dari pajak, dengan catatan semua pembeli mendapat perlakuan yang sama.</span><br /></div>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-58686651653624638652007-12-28T07:10:00.001+07:002009-01-27T11:01:07.511+07:00Berkenalan Dengan ACL<div align="justify"><span style="font-family:verdana;">Mengaudit pajak akan lebih menyenangkan bila memakai software sebagai alat bantu. Apalagi kalau volume data Wajib Pajak yang diaudit sangat besar. Software yang kerap dipakai tax auditor adalah ACL. Sekitar tahun 90an, kami dilatih memakai IDEA. Tapi saat ini, sudah jarang, bahkan mungkin sudah tidak digunakan lagi.<br /><br />Selama menggunakan ACL, saya merasa sangat terbantu dalam menghemat waktu. Pekerjaan menjadi lebih mudah diselesaikan. Disamping itu, akurasi hasilnya lebih dapat diandalkan.<br />Bila melibatkan data yang sangat besar, kadang-kadang Excel menunjukkan hasil yang meragukan. Misalnya saat disort menggunakan filter. Namun demikian, saat membuat Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), saya tetap memakai Excel. Ini karena Excel lebih fleksibel dalam mengolah tampilan KKP agar mudah dipahami oleh pembacanya.<br /><br />Bagi yang ingin mendapatkan keterangan lebih jelas tentang ACL sekaligus modul penggunaannya, dapat mengunjungi blog <a href="http://www.theakuntan.com/">Sasongko Budi</a> <a href="http://www.theakuntan.com/audit-sia/teknik-audit-berbantuan-komputer-tabk/2007/11/24/">di sini</a>.</span> </div>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-38685543204741264032007-11-28T10:46:00.002+07:002009-01-27T10:55:21.982+07:00Gelas Reformasi di Jantung Birokrasi<div align="justify"><span style="font-family:verdana;">Sungguh menggelitik tulisan </span><a href="http://afatih.wordpress.com/"><span style="font-family:verdana;">Fatih Syuhud</span></a><span style="font-family:verdana;"> </span><a href="http://afatih.wordpress.com/2007/10/27/bayar-pajak-goblog-banget-apa-kata-dunia/"><span style="font-family:verdana;">disini</span></a><span style="font-family:verdana;">. Dari posting ini, kita dapat membagi pandangan masyarakat atas reformasi birokrasi di Ditjen Pajak sebagai berikut :</span><span style="font-family:verdana;"><br /></span><br /></div><div align="justify"><ol><li><span style="font-family:verdana;"><strong>Optimistis</strong>. Mereka merasa perbaikan ini sudah on the right track. Bahkan mereka mengalami sendiri perubahan yang tengah berlangsung. Pelayanan yang cepat dan ramah. Audit yang akuntabel dan transparan. Implementasi kode etik yang bukan basa-basi. Umumnya mereka pernah berhubungan dengan KPP yang modern.</span></li><li><span style="font-family:verdana;"><strong>Pesimistis</strong>. Mereka paham reformasi birokrasi tengah berjalan di Ditjen Pajak. Namun, mereka merasa proses ini tidak akan berhasil dan berlangsung mulus. Perlu pembenahan yang lebih radikal dari sekedar yang dilakukan sekarang </span><li><span style="font-family:verdana;"><strong>Nihilistis. </strong>Mereka tidak mau tahu dengan apa yang tengah terjadi di Ditjen Pajak. Pokoknya jelek. Pokoknya brengsek. Mungkin karena mereka pernah mendapatkan pengalaman traumatis yang buruk saat berhubungan dengan Ditjen Pajak. Atau bisa juga karena kurangnya informasi yang benar.</span></li></ol></div><p align="justify"><br /><span style="font-family:verdana;">Pandangan optimistis melihat gelas yang isinya tidak penuh, sebagai setengah terisi. Suatu saat gelas itu akan terisi penuh. Sebaliknya, pandangan pesimistis melihatnya seperti separuh kosong. Sedangkan, pandangan nihilistis menganggapnya bagai gelas retak. Tidak terlihat air sama sekali di dalam gelas. Berapapun banyak air yang dituang ke dalamnya, pasti habis, tandas dan tak tersisa. </span></p>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-28827404090673801842007-10-10T14:12:00.002+07:002009-01-27T10:29:36.958+07:008 Kebiasaan Tax Auditor yang Efektif<span style="font-family:verdana;"><div align="justify"><br />Sepanjang pengamatan saya, ada 8 kebiasaan yang dimiliki oleh para tax auditor yang saya nilai bekerja efektif :<br /><br /></div><ul><li><div align="justify"><strong>Tegas</strong>. Tegas tidak selalu berarti arogan. Ketegasan diperlukan dalam menjalankan prosedur. Hal ini karena tiap tugas ada prosedurnya dan tiap prosedur ada batas waktunya. Bila tidak tegas, tax auditor akan kerepotan mengatur waktu.</div></li><li><div align="justify"><strong>Mampu bekerja keras</strong>. Amat mungkin, penugasan melimpah diluar perkiraan. Tidak ada jalan lain, tax auditor harus mampu menyelesaikannya dengan menggandakan kerja.</div></li><li><div align="justify"><strong>Terampil berkomunikasi</strong>. Skill komunikasi dapat menjadi jembatan penghubung para pihak yang memiliki kepentingan berbeda. </div></li><li><div align="justify"><strong>Rapih dalam administrasi</strong>. Administrasi yang tertata rapih akan banyak membantu kelancaran pekerjaan tax auditor. </div></li><li><div align="justify"><strong>Mampu berkonsentrasi</strong>. Pekerjaan yang menumpuk membuat pikiran meloncat-loncat. Sebelum tugas yang satu tuntas, lompat ke tugas yang baru. Begitu kembali lagi ke tugas awal, mulai dari awal lagi. Akibatnya, semuanya tuntas setengah-setengah. Konsentrasi sampai satu tugas selesai, jauh lebih baik.<span></span></span></div></li><span style="font-family:verdana;"><li><div align="justify"><strong>Cakap mencari informasi</strong>. Sikap terbuka menerima informasi mesti dibarengi dengan kecakapan memilah dan memilih informasi. Hal ini agar tax auditor tidak terjebak dalam kubangan informasi sampah yang tidak bermanfaat.</div></li><li><div align="justify"><strong>Kreatif mencari solusi</strong>. Tidak semua masalah didukung teori. Para tax auditor yang efektif saya lihat kreatif membuat pendekatan-pendekatan baru, saat mengalami kebuntuan kerja.</div></li><li><div align="justify"><strong>Senang membangun relasi</strong>. Hubungan antar manusia yang baik adalah faktor penting dalam keberhasilan setiap pekerjaan.<br /></div></li></ul></span>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-68951911662218098172007-10-05T10:43:00.002+07:002009-01-27T11:02:22.642+07:00Saat Menghadapi Wajib Pajak Lelet<div align="justify"><i><span style="font-family:verdana;font-size:100%;"><div align="justify">It is not the big that eats the small<br />It is the fast that eats the slow<br />(Chinese proverb)<br /></div></span></i><br /><span style="font-family:verdana;">Sebenarnya masa tetap berputar dalam periode yang sama. Satu hari, dari dulu sampai sekarang, tetap 24 jam. Satu minggu tetap 7 hari. Yang berbeda adalah perubahan. Perubahan berganti lebih cepat dari sebelumnya. Tidak mengikuti perubahan, berarti tertinggal. Dulu, memakai Lotus, sekarang harus Excel. Dulu, Excel 2003, sekarang mesti Excel 2007. Tak ayal, kita harus cepat beradaptasi dengan perubahan. Jadi, kata kuncinya adalah : kecepatan.<br /><br />Dulu, image birokrat adalah lamban. Namun, sekarang birokrasi tengah berbenah. Saya tidak ingin membicarakan instansi lain. Saya hanya ingin bercerita tentang instansi tempat saya bekerja. Bukannya narsis, tapi di sini, kami harus bergerak lincah. Tenggat yang ketat dan monitoring yang lekat, memaksa kami harus mengalir cepat.<br /><br />Sekali lagi, bukannya ujub, kami harus membiasakan diri datang benar-benar tepat waktu. Telat sedetik menempelkan jari di mesin absensi finger print, penghasilan bulan ini harus direlakan berkurang. Demikian pula saat pulang. Jam kerja di kantor dari pukul 07.30 sampai 17.00. Tidak hadir ? Potongannya jauh lebih besar lagi. Tidak heran, bila menjelang pukul 07.30, kita bisa saksikan birokrat yang dulu lamban itu, sudah ada di tempat kerjanya masing-masing. Padahal banyak di antara mereka yang tinggal di luar Jakarta, semacam Serpong, Bekasi, Tangerang atau Bogor.<br /><br />Kami harus menyelesaikan tugas tepat waktu. Bila tidak, sanksi sudah menanti. Tiap tugas ada prosedurnya, dan tiap prosedur ada tenggatnya. Kami harus cermat memanage waktu agar tidak keluar dari tenggat. Jumlah penugasan luar biasa banyaknya, sehingga trainer dari IMF pun gelengkan kepala, tanda tak percaya. Semua ini membuat kami terbiasa bekerja dengan ritme yang cepat.<br /><br />Tak jarang, saya malah harus membiasakan Wajib Pajak yang saya audit untuk tidak lelet dan tidak lambat. Terkadang mereka janji datang hari ini, ternyata luput. Jawaban atas pertanyaan yang diberikan, terlalu berlarut-larut. Dokumen yang diminta untuk dipinjamkan, sudah berganti minggu tidak diberi. Menghadapi Wajib Pajak seperti ini, saya terpaksa harus bawel dan cerewet. Mengingatkan mereka, menanyakannya berkali-kali. Kebanyakan dari mereka akhirnya mengerti dan berusaha mengikuti irama kerja saya. Tidak terasa, kerja cepat sudah melekat jadi habit.</span><span style="font-family:verdana;"> </span></div>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-49337435074937504052007-09-07T09:43:00.000+07:002008-01-15T16:18:15.098+07:00Hindari Keruwetan Dengan Mencatat<div align="justify"><span style="font-family:verdana;"><span>Tak pelak lagi, bekerja di KPP di lingkungan Kanwil Khusus memang perlu kerja khusus. Di sini, jumlah penugasan audit (disebut juga SP3) sangat berlimpah. Bila kurang jeli, hal ini bisa jadi akan menyulitkan auditor memanage waktu dalam menyelesaikan tugas.<br /><br />Beberapa rekan mengalami kesulitan mengingat kembali apa yang sudah dilakukan saat mengaudit. Hal ini karena auditor sering harus bolak balik lagi dari awal, saat membuat kertas kerja pemeriksaan (KKP). Saking banyaknya KKP yang dibuat, auditor jadi lupa, apa yang sudah dilakukan sebelumnya.<br /><br />Untuk menghindari keruwetan, saya berusaha merekam jejak kerja saya di selembar kertas yang saya masukkan di map / ordner tempat KKP. Pada waktu membuat KKP Wajib Pajak A, misalnya, saya mencatat apa-apa yang terlintas di benak saya. Saya mencatat hal-hal yang ingin saya tanyakan lebih lanjut pada Wajib Pajak. Saya menulis data-data yang perlu perhatian ekstra. Bahkan saya merekam intuisi saya yang terbersit saat membuat KKP. Pokoknya bebas saja, apa yang ingin saya ingat, saya catat. Demikian pula, saya lakukan hal serupa di KKP Wajib Pajak B, C dan seterusnya. Sehingga ketika harus berpindah dari KKP A ke KKP B, C atau sebaliknya, saya tetap tidak kehilangan orientasi.<br /><br />Dengan cara ini, paling tidak, saya terbantu dalam 4 hal :<br /><br />1. Saya ingat apa yang sudah saya rampungkan.<br />2. Saya tahu apa yang ingin saya lakukan.<br />3. Saya tidak mengulangi apa yang sudah saya selesaikan.<br />4. Bila dimintai laporan, saya dapat menggambarkan apa yang tengah saya kerjakan.<br /><br />Catatan-catatan itu mungkin agak sukar dipahami oleh orang lain, karena berisi tulisan-tulisan bebas yang hanya saya yang dapat mengerti. Ini berbeda dengan KKP yang akan dibaca pihak lain. KKP harus dapat dipahami oleh pihak yang membacanya.<br /><br />Dalam KKP saya hari ini, ada catatan seperti ini :<br />“Self correction belum nyambung dg lap audit; cek lagi ke daftar WP fiktif; tiap beli scrap gak pernah dirinci; minta audit adjustment”</span></span><br /></div>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-78318378149607899722007-07-11T11:28:00.001+07:002008-01-15T13:40:13.145+07:00Serahkan kepada AHLInya !<div align="justify"><span style="font-family:verdana;"><span>Dalam beberapa bulan terakhir, angkasa Jakarta disesaki oleh spanduk, flier, pamflet dan poster para Cagub dan Cawagubnya. Salah satu jargon yang menarik perhatian saya adalah : “Serahkan kepada AHLInya !”. Sebenarnya, pernyataan seperti ini terasa kurang enak dibaca. Mengaku-aku ahli, menurut saya, terkesan pongah dan takabur.<br /><br />Namun, saya tidak hendak membahas masalah Pilkada. Setelah membaca jargon itu, saya jadi teringat aturan tentang Tenaga Ahli dalam perpajakan. Masih banyak Wajib Pajak yang bingung membedakan jasa profesi dengan tenaga ahli. Programer komputer masuk jasa profesi atau tenaga ahli, objek PPh Pasal 23 atau 21.<br /><br />Tenaga Ahli telah dibatasi atas delapan jenis profesi berikut :<br />1. Pengacara<br />2. Akuntan<br />3. Arsitek<br />4. Dokter<br />5. Konsultan<br />6. Notaris<br />7. Penilai<br />8. Aktuaris<br /><br />Dengan kata lain, diluar delapan profesi itu, tidak termasuk Tenaga Ahli. Honorarium yang diberikan kepada Tenaga Ahli adalah objek PPh Pasal 21 atau 26. Perkiraan penghasilan netonya sebesar 50% dari penghasilan bruto. Untuk menghitung pajak terhutangnya, tinggal diterapkan tarif PPh Pasal 21 atau 26 atas penghasilan neto tersebut.</span></span><br /></div>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-11522222475038316012007-07-11T11:23:00.000+07:002008-01-15T13:34:40.405+07:00Mereka Bilang, Mereka Kenal si A, si B, si C<div align="justify"><span style="font-family:verdana;"><span>Beberapa Wajib Pajak sering membangga-banggakan pertemanannya dengan pejabat. Dalam banyak kesempatan saat diaudit, mereka bercerita tentang hubungan baiknya dengan si A yang sekarang menjadi Kepala KPP, Kepala Kanwil atau Direktur pada Direktorat tertentu. Mereka juga berkisah tentang persahabatannya dengan si B yang menjadi pejabat di Departemen Keuangan. Tak lupa mereka menuturkan si C yang pejabat tinggi itu adalah kawan lamanya dulu waktu kuliah. Dan sebagainya.<br /><br />Kemampuan menjalin pertemanan, persahabatan atau jejaring sosial yang luas adalah skill yang sangat baik dan bermanfaat. Urusan menjadi lebih lancar, pekerjaan jadi lebih ringan. Dan ingat, bukankah banyak silaturahim dapat memanjangkan umur ?<br /><br />Namun pada saat diaudit, banyak bercerita seperti itu, dapat dikesankan mengintimidasi auditor. Sehingga, alih-alih mendapat simpati, malah muncul antipati.<br /><br />Bagi saya, saya lebih respek kepada Wajib Pajak yang telah siap dengan data-data yang diperlukan untuk menjelaskan pokok-pokok masalah yang menjadi koreksi. Penjelasan disampaikan dengan jelas, logis dan berdasar, bukan mengada-ada. Biarpun dia orang baru. Walaupun dia tidak punya teman siapa-siapa yang jadi pejabat.</span></span><br /></div>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-79856508325911506352007-05-31T07:29:00.000+07:002008-01-14T22:06:19.759+07:00Pepetlah Waktu, Kau Kujepit<div align="justify"><span style="font-family:verdana;"><span><span>Pemeriksaan SPT Lebih Bayar mempunyai batas waktu untuk diselesaikan. SPT Tahunan PPh Badan yang meminta restitusi, misalnya, harus diselesaikan paling lambat 12 bulan dari sejak SPT tersebut dimasukkan. SPT Masa PPN yang meminta restitusi, malah harus dapat dirampungkan dalam waktu dua atau empat bulan, tergantung tingkat risikonya. Bila pemeriksaan tidak dapat diselesaikan sesuai waktunya, maka permintaan restitusi pajak dianggap dikabulkan. Ini berarti malapetaka bagi pemeriksa pajak, karena setumpuk sanksi sudah menanti.<br /><br />Sering terjadi pemeriksa pajak menggegas pekerjaannya menjelang jatuh tempo penyelesaian. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang memuat temuan hasil pemeriksaan baru disampaikan kepada Wajib Pajak menjelang tenggat waktu. Sebulan sebelum jatuh tempo, misalnya, barulah disampaikan SPHP itu. Bahkan dalam contoh yang agak ekstrim, seminggu sebelum deadline. Padahal Wajib Pajak diberi kesempatan menyampaikan tanggapan dalam waktu 1 minggu dan dapat diperpanjang.<br /><br />Yang menjadi masalah adalah kualitas pemeriksaan yang dihasilkan dari kondisi seperti itu. Dalam kondisi terdesak, cukup sulit mengharapkan temuan berasal dari pemeriksaan yang teliti. Bisa jadi Wajib Pajak dirugikan karena temuan yang disampaikan tidak didukung alasan yang kuat dan terkesan dipaksakan. Tapi mungkin juga akhirnya negara yang dirugikan karena pemeriksa tidak cukup jeli menemukan ‘kenakalan’ Wajib Pajak.<br /><br />Kondisi yang menjepit seperti ini mungkin disebabkan oleh manajemen waktu pemeriksa yang kurang baik. Kurang dapat memprioritaskan hal-hal yang lebih penting. Tapi bisa juga berasal dari sikap Wajib Pajak yang kurang kooperatif, dalam menyampaikan dokumen yang dibutuhkan, misalnya.<br /><br />Apapun, kebiasaan memepet waktu mengakibatkan kerugian di semua pihak. Janganlah kebiasaan SKS (sistem kebut semalam) waktu kuliah dulu dibawa-bawa lagi saat sekarang.</span></span></span><br /></div>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-40535486351415662492007-04-26T12:28:00.000+07:002007-05-29T16:56:52.234+07:00Taxes, Tax Guide, Exact, Tax Base Atau T&F ?<div align="justify"><div align="justify"><div align="justify"><div align="justify"><span><span><span><span><span>Para pegiat pajak tentu sudah tidak asing lagi dengan software peraturan perpajakan. Produk ini sangat membantu sekali, baik untuk Wajib Pajak maupun pihak fiskus. Lebih-lebih para auditor pajak. Dengan software ini, kita tidak perlu lagi mengoleksi buku peraturan pajak yang tebal-tebal seperti dulu. Cukup dengan 1 CD, semua peraturan perpajakan yang berlimpah itu dapat kita baca.<br /><br />Saat kemunculan pertama kali, harga software ini cukup mahal. Namun seiring dengan banyaknya kompetitor, harganya semakin terjangkau. Dulu, software ini juga hanya berisi teks peraturan saja, tidak bisa dicopy paste, tidak ada hyperlink, history dan miskin fitur. Tampilannya pun sederhana sekali. Sekarang ini, umumnya sudah bisa dicopy paste, ada hyperlink dan history. Kita dengan mudah dapat mengetahui apakah suatu peraturan sudah tidak berlaku lagi, apa yang menggantikannya, dll. Fitur semakin kaya. Dulu peraturan tentang Tax Treaty dijual terpisah, sekarang sudah menjadi satu kesatuan. Tampilannya sekarang sudah mengikuti zaman.<br /><br />Walau masih dapat dihitung dengan jari, software karya anak bangsa ini makin lama makin banyak. Sebut saja : <i>Taxes, Tax Guide, Exact, Tax Base</i>, dan pendatang baru,<i> T&F</i>. <i>Taxes</i>, sang pionir, mungkin masih menguasai pangsa pasar terbesar saat ini. Tapi bukan berarti yang lain tidak bertumbuh. Yang pasti dengan makin ketatnya kompetisi, konsumen lebih diuntungkan. Lebih banyak pilihan dan lebih terjangkau.<br /><br />Software ini sangat berguna untuk menunjang aktivitas para pegiat pajak. Lantas, lebih baik pilih yang mana ? <i>Taxes, Tax Guide, Exact, Tax Base</i>, atau <i>T&F</i> ?<br /><br />Sebenarnya, masing-masing punya keunggulan dan kekurangan. Kalau soal harga, mungkin <i>T&F</i> juaranya. Produk baru ini memuat juga referensi peraturan dari instansi lain, seperti Bea Cukai, Depnaker, dan lain-lain (walaupun masih sedikit, tidak seperti yang dijanjikan di brosur). Tapi, kesulitan saat mencetak dan fasilitas hyperlink jadi kelemahan yang perlu diperbaiki. <i>Tax Guide</i>, kini semakin murah harga initialnya dan dijual di toko buku umum. <i>Exact</i>, sebenarnya cukup bagus, tapi pengantaran CD updatenya seringkali terlambat.<br /><br />Jadi tergantung kebutuhan, bila ingin memilih. Kalau saya sendiri, lebih memilih <i>Tax Base</i> (ini murni bukan promosi). Kecepatan, fasilitas history yang lengkap dan fitur tambahan adalah alasannya.<br /><br />Ada yang punya pengalaman lain ?<br /></span></span></span></span></span><span><span><span> </span></span></span><span><br /><br /><br /></span></div></div></div></div>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-58391515019630946542007-03-16T23:22:00.000+07:002007-03-16T23:31:14.631+07:00Menghitung Pajak Penghasilan<div align="justify"><span style="font-family:verdana;">Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) sebenarnya tidak susah-susah amat, asal tahu caranya tentu saja. Pertama, hitung dulu Penghasilan Kena Pajak. Rumus sederhananya : penghasilan dikurangi biaya-biaya. Selanjutnya tinggal terapkan tarif pajak atas Penghasilan Kena Pajak tersebut.<br /><br />Tarif pajak bisa dibagi dua :<br /><br /><strong>1. Untuk WP orang pribadi</strong><br />Rp. 0 s.d. Rp 25 juta, tarifnya 5%<br />Rp. 25 juta s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10%<br />Rp. 50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15%<br />Rp. 100 juta s.d. Rp 200 juta, tarifnya 25%<br />Rp. 200 juta ke atas, tarifnya 35%<br /><br /><strong>2. Untuk WP berbentuk badan usaha</strong><br />Rp. 0 s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10%<br />Rp. 50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15%<br />Rp. 100 juta ke atas, tarifnya 30%<br /><br />Yang perlu diingat, tarif di atas adalah tarif progresif. Maksudnya tiap lapisan Penghasilan Kena Pajak dikenakan sesuai tarifnya, bukan diakumulasi dulu, baru dikenakan tarif. Lalu sebelum dikenakan tarif, Penghasilan Kena Pajak dibulatkan dulu sampai ribuan ke bawah.<br /><br />Supaya lebih jelas, dapat dilihat contoh berikut :<br /><br /><strong>1. Penghasilan Kena Pajak WP orang pribadi = Rp 300.000.950</strong><br />Penghasilan Kena Pajak dibulatkan : Rp 300.000.000<br /><br />PPhnya adalah :<br /> 5% x Rp 25.000.000 = Rp 1.250.000<br /> 10% x Rp 25.000.000 = Rp 2.500.000<br /> 15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000<br /> 25% x Rp 100.000.000 = Rp 25.000.000<br /> 35% x Rp 100.000.000 = Rp 35.000.000<br /> Total = Rp 71.250.000.<br /><br /><strong>2. Penghasilan Kena Pajak WP badan = Rp 300.000.950.</strong><br />Penghasilan Kena Pajak dibulatkan : Rp 300.000.000<br /><br />PPhnya adalah :<br /> 10% x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000<br /> 15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000<br /> 30% x Rp 200.000.000 = Rp 60.000.000<br /> Total = Rp 72.500.000.<br /><br />Buat pengguna Excel, dapat memakai add-in untuk menghitung PPh yang dibuat <a href="http://haishor.wordpress.com/">Haishor</a> <a href="http://haishor.wordpress.com/2007/01/18/add-in-msexcel-untuk-penghitungan-pajak-penghasilan-terutang-dengan-tarif-pasal-17-uu-pph/">disini.</a><br /><br /><br /></span><br /><br /></div>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com24tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-29798619276549296812007-03-16T23:11:00.000+07:002007-03-16T23:21:10.797+07:00Kompensasi Kelebihan PPN<div align="justify"><span><span style="font-family:verdana;">Dalam mengaudit PPN, satu hal kecil yang mungkin saja terlewatkan bisa terjadi. Hal ini hal kecil sebenarnya, namun akibatnya bisa menjadi fatal. Auditor pajak kadang-kadang lupa meneliti kompensasi PPN dari masa sebelumnya. Ini pernah terjadi pada saya. Waktu itu saya lihat di SPT Masa PPN awal tahun, ada kompensasi PPN masa sebelumnya yang cukup besar. Tanpa meneliti lebih lanjut, saya menerima saja jumlah itu. Setelah berjalan waktu pemeriksaan lebih jauh, akhirnya saya sadar bahwa kompensasi tersebut adalah kelebihan PPN yang sudah direstitusi di akhir tahun sebelumnya! Jadi, Wajib Pajak telah menerima restitusi PPN, tapi masih mengkompensasikannya lagi di masa pajak berikutnya. Bila saya tidak teliti, maka atas jumlah yang sama tersebut direstitusi dua kali.</span></span><span><span style="font-family:verdana;"><br /></span></span><span><span style="font-family:verdana;"><br /></span></span><span><span style="font-family:verdana;">Jadi, telitilah hal kecil ini. Bila terdapat sejumlah kompensasi kelebihan PPN dari masa sebelumnya pada SPT Masa PPN di awal tahun yang diaudit, lakukan hal ini :</span></span><span><span style="font-family:verdana;"><br /></span></span><ul><li><span><span style="font-family:verdana;">Teliti SPT Masa PPN masa sebelumnya (atau akhir tahun sebelumnya)</span></span><span><span style="font-family:verdana;"><br /></span></span></li><li><span><span style="font-family:verdana;">Teliti pula Surat Ketetapan Pajak (SKP) masa sebelumnya.</span></span></li></ul><br /></div>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-46584164570789783592007-02-16T13:25:00.000+07:002008-01-14T22:03:15.079+07:00Font Itu Bernama Tahoma<span style="font-family:verdana;"><span><div align="justify"><br /></div></span><span><span>Siapa bilang memilih font tidak penting ? Saya pernah kewalahan membaca hasil print out data dari WP. Print out itu memakai font Arial. Repotnya karena datanya banyak, ukuran fontnya jadi kecil. Dan ini kelemahan Arial : susah membedakan antara angka 6 dan 8 dalam ukuran yang kecil. Apalagi kalau printernya masih dot matrix. Font standar dari Office ini juga yang sering dipakai oleh para pemeriksa. Mungkin karena defaultnya dari Office begitu, jadi malas menggantinya.<br /><br />Saat membuat KKP perlu dipertimbangkan jenis font. Ini untuk menjaga agar tulisan kita enak dan nyaman dibaca. Memang tidak ada kewajiban untuk memakai jenis font tertentu dalam KKP. Namun pengalaman menunjukkan salah memilih font bisa mengganggu kelancaran membaca. Memakai font Comic Sans MS, misalnya, akan mengakibatkan angka-angka dalam sebuah kolom tabel tidak rata bila dibaca dari atas ke bawah. Ini karena ukuran per jenis angkanya tidak sama. Memakai Arial, sering keliru antara angka 6 dengan angka 8. Ingat, KKP lebih banyak mengandung angka dari pada huruf. Sehingga perlu dicari font yang angkanya enak dibaca, agak formal dan ukurannya seragam sehingga dalam satu kolom akan rata.<br /><br />Menurut pendapat saya, font <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Tahoma_(typeface)">Tahoma</a> yang memenuhi kriteria-kriteria itu. Setelah mencoba-coba jenis font yang lain, tidak ada yang memuaskan, akhirnya ketemu Tahoma. Sampai saat ini saya masih setia menggunakan font ini. Font yang didisain oleh Matthew Carter pada tahun 1994 ini agak mirip Verdana, tapi dia lebih rapat, sehingga terkesan lebih elegan.<br /><br />Untuk membuat Tahoma menjadi default font dapat dilakukan langkah berikut : masuk ke menu tools, pilih option, kemudian tekan tab general. Pada standard fonts, pilih Tahoma. Dengan demikian, setiap kita membuat file baru, font yang digunakan adalah Tahoma.</span></span><span><br /></span></span><span><br /></span>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-13922700490145604902007-02-16T10:02:00.000+07:002008-12-11T16:15:27.327+07:00Sederhanalah<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_dC2P3nsuJss/RdUoTzDeWbI/AAAAAAAAAAo/1fr1fhePn-8/s1600-h/Resize+of+0006560.jpg"><img src="http://1.bp.blogspot.com/_dC2P3nsuJss/RdUoTzDeWbI/AAAAAAAAAAo/1fr1fhePn-8/s320/Resize+of+0006560.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5031972479243803058" /></a><br /><div align="justify"><span style="font-family:verdana;">Banyak pemeriksa pajak yang menyangka bahwa Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) yang baik itu adalah yang rumit alias complicated. Akibatnya KKP jadi benar-benar njelimet. Banyak detil yang tidak nyambung atau bahkan tidak perlu.<br /><br />Menurut saya, kesederhanaanlah, bukan kerumitan, kunci KKP yang baik. KKP yang sederhana adalah yang mudah dipahami oleh pembacanya. Dia mengandung data-data yang dapat cepat dimengerti. Pemilihan detilnya diperhitungkan agar masing-masingnya memiliki kegunaan. Kalau ada data yang tidak perlu, sebaiknya tidak usah dimasukkan ke dalam KKP.<br /><br />Kalaupun tidak dapat dihindari detil yang berlimpah, pemilihan layoutnya harus mempertimbangkan kenyamanan saat dibaca. Jangan memaksakan memasukkan kumpulan data dalam satu halaman KKP kalau itu malah jadi susah dibaca, akibat ukuran fontnya menjadi kecil misalnya.<br /><br />Yang tidak kalah penting, alur berpikir yang dipakai harus logis dan tidak terputus, alias nyambung. Banyak KKP yang complicated, aliran informasinya tidak nyambung dengan KKP yang menjadi induknya. Atau data di induk tidak sama dengan KKP pendukungnya.<br /><br />Namun demikian, bukan berarti semua itu menjadikan KKP tidak kredibel akibat banyak data-data yang tidak muncul mengingat harus sederhana. Sederhana itu tidak boleh melupakan syarat kelengkapan sebuah KKP.<br /><br />Sederhana itu indah. Jadi, biarkanlah KKP kita menjadi sederhana asalkan dapat mudah dipahami oleh pembacanya. </span></div>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-18494779500556832922007-02-16T08:26:00.004+07:002009-01-27T11:03:26.398+07:00KKP Bukan Diary<div align="justify"><span style="font-family:verdana;">Perlu ada perubahan paradigma dalam menyusun kertas kerja (working paper, biasa juga disebut Kertas Kerja Pemeriksaan, selanjutnya disebut KKP). Hal ini perlu agar KKP dapat berdaya guna di kemudian hari. Perubahan yang saya maksud di sini adalah dalam hal berubah dari menganggap KKP sebagai catatan pribadi menjadi milik publik.<br /><br />KKP bukan diary, dia adalah sebuah kertas kerja. Banyak KKP tidak bisa dipahami kecuali oleh pemeriksanya sendiri, dan Tuhan tentu saja. Memang sebuah diary dimaksudkan terutama untuk keperluan diri si penulisnya. Istilah-istilah yang ada di sana adalah istilah eksklusif yang hanya dipahaminya sendiri. Orang lain sangat mungkin tidak mengerti. Hubungan satu materi dengan materi yang lainnya tidak konsisten, bahkan tidak jelas. Kalau sudah begitu, yakinlah pembaca KKP yang lain bakalan kebingungan sendiri untuk memahaminya. Tentu saja ini tidak terjadi kalau pada saat membaca dibimbing langsung oleh pembuat KKP itu.<br /><br />KKP yang seperti diary adalah self-oriented. Dia dibuat untuk penulisnya. Begitu KKP itu dibaca oleh orang lain, tidak banyak yang bisa diketahui, baik dari konten maupun alur berpikirnya. Hal ini karena pemeriksa beranggapan, KKP adalah rekam jejak pekerjaan yang telah dilakukannya.<br /><br />Pandangan ini harus diubah. KKP akan dibaca oleh pihak lain yang memiliki wewenang untuk itu. Oleh sebab itu, sebelum menyusun lembar demi lembar KKP, tanyakan dulu pada diri sendiri, “pembaca bisa mengerti tidak ya tulisan ini ?” Jadi harus dibalik sudut pandangnya. Berangkatlah dari sisi pembaca dulu, bukan dari sisi diri sendiri. Dengan kata lain, readers-oriented.<br /><br />Sebagai kesimpulan, menyusun KKP itu tidak beda dengan menyusun buku. Buku tentu ada pembacanya dan pembaca buku harus paham isi buku itu. Agar pembaca paham, tidak bisa tidak, tempatkan dulu diri kita di sisi pembaca. Perubahan ini adalah perubahan dari self-oriented ke readers-oriented.</span></div>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-6791458347916805909.post-71339587696296453432007-02-16T08:26:00.001+07:002008-01-14T21:59:27.707+07:00Excel & Tax Auditor<div align="justify"><span style="font-family:verdana;"><span>Penguasaan program Excel dalam memeriksa pajak adalah sangat vital. Excel dapat diibaratkan ruh dalam jiwa pemeriksa pajak. Hal ini karena Excel sangat membantu sekali dalam setiap tahapan pemeriksaan. Mulai dari tahapan persiapan pemeriksaan, Excel dipergunakan untuk membuat analisis-analisis atas berkas data Wajib Pajak di kantor. Apalagi pada tahap pelaksanaan pemeriksaan. Ini tahap yang paling menentukan. Pada tahap akhirpun, Excel masih digunakan, yaitu untuk menyusun laporan dan formulir-formulir saat closing conference.<br /><br />Memang sekarang ada software audit seperti <i>ACL</i>. Namun sepanjang pengalaman saya, Excel tetap kudu digunakan agar kertas kerja dapat dipahami dengan baik oleh pembacanya. <i>ACL</i> tetap dapat digunakan terutama pada saat import data dan proses pengolahan data. Tetapi, pada akhirnya kertas kerja yang baik adalah kertas kerja yang mudah dipahami. Hal itu kurang dapat dipenuhi ACL. Excellah yang memberikan finishing touch untuk hal-hal seperti itu.<br /><br />Program-program spreadsheet selain Excel kan bisa dipakai ?<br />Betul juga sih. Tapi sampai saat ini, menurut pendapat saya, masih Excel yang paling mudah digunakan. Lagipula mungkin karena sudah terbiasa dengan Excel sejak lama, tangan sepertinya perlu waktu lama agar terbiasa dengan program spreadsheet yang lainnya.<br /><br />Jumlah row di Excel cuma 65536 baris, bukankah ini membatasi pekerjaan pemeriksaan ?<br />Memang harus diakui ini adalah salah satu kelemahan Excel. Spreadsheet lain ada yang hampir satu juta baris. Pada umumnya, jumlah baris seperti itu sebenarnya masih cukup kok untuk menampung seluruh data dalam GL Wajib Pajak. Memang ada file Wajib Pajak yang jumlahnya sampai hampir satu juta baris, bahkan lebih. Namun begitu, sebenarnya ini masih bisa diakali, yaitu dengan memotong-motong data file sesuai dengan kebutuhan kita. Misalkan hanya data-data yang berkaitan dengan rugi laba saja yang kita potong untuk dijadikan satu file tersendiri.<br /><br />Sebagai kesimpulan, penguasaan Excel adalah dasar yang harus dimiliki oleh seorang pemeriksa pajak.</span></span></div>ahmad muzainihttp://www.blogger.com/profile/07229029373543503648noreply@blogger.com2